Kamis, 07 Mei 2015

SELEKSI TERTULIS PPK KAB. SOLOK BERJALAN AMAN DAN LANCAR


Koto Baru, 6 Mei 2015.

Sebanyak 165 orang memamdati ruangan Pelangi Milik Pemerintah Daerah Kabupaten Solok dalam rangka melaksanakan ujian tertulis calon anggota Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) untuk pemilihan Gubernur Wakil Gubernur dan Bupati Wakil Bupati Solok tahun 2015.

Sebanyak 3 orang yang sudah dinyatakan lulus seleksi administrasi namun tidak hadir dalam seleksi tertulis yang merupakan tahapan ketiga sebelum dilakukan proses pelantikan yang direncanakan oleh KPU Kabupaten Solok pada tanggal 15 Mei 2015. Tahap pertama yang dilakukan oleh KPU adalah mengumumkan penerimaan bakal calon PPK, kemudian melakukan seleksi administrasi, dan ketiga adalah seleksi tertulis. Hasil tes tertulis akan di umumkan besok (Jumat, Tanggal 8 Mei 2015.red).

“Kami sangat bersyukur proses tes tulis PPK Kabupaten Solok berjalan dengan lancar” kata divisi Organisasi dan Hukum KPU Kab Solok, Roni Tri Noveta didampingi Divisi Sosialisasi Jons Manedi.
Roni Tri Noveta menyatakan salud kepada seluruh peserta tes tulis yang sangat antusias dan konsentrasi menyelesaikan 120  soal yang dibuat oleh KPU Kabupaten Solok dengan waktu 120 menit. Walau dari 165 peserta yang sudah dinyatakan lulus seleksi administrasi ada 3 peserta yang dinyatakan tidak hadir sesuai dengan absensi yang dijalankan oleh panitia seleksi, kata Beni Darwata selaku Ketua Kelompok Kerja seleksi Penyelenggara Ad Hock KPU Kabupaten Solok.

Dikesempatan lain ketua KPU Kabupaten Solok, ELwiza menyampaikan apresiasi terhadap antusias masyarakat Kabupaten Solok yang ikut berpartisipasi dalam proses rektrutmen ini. Para peserta yang antusias dalam ujian dan terimakasih kepada pemerintah daerah yang telah menfasilitasi tempat untuk pelaksanaan tes tertulis ini.

Elwiza berharap seleksi ini akan mengahasilkan calon Penyelenggara tingkat kecamatan yang berkualitas dan dapat membantu KPU dalam menyelenggarakan Pemilihan Gubernur, Wakil Gubernur dan Bupati dan Wakil Bupati Solok Tahun 2015. “Kita sangat berharap seluruh calon PPK yang nantinya masuk 10 besar yang akan melewati seleksi wawancara yang kemudian dijadikan 5 adalah orang-orang terbaik yang akan menyelenggarakan Pemilihan di 14 Kecamatan yang ada di Kabupaten Solok” tutur Elwiza.


KPU Kabupaten Solok juga menyampaikan apresiasi kepada seluruh pihak yang ikut membantu pelaksanaan seleksi PPK ini. Terima kasih kepada seluruh sekretariat KPU Kabupaten Solok yang telah membantu terselenggaranya kegiatan ini. Dan ucapan terima kasih juga disampaikan kepada seluruh Camat yang ada di Kabupaten Solok yang telah ikut membantu menfasilitasi KPU untuk menyebarluaskan informasi rekrutmen PPK di Kabupaten Solok. (JsM).

Senin, 13 April 2015

Pentingnya Filsafat Bagi Manusia

Filsafat Ilmu : Pentingnya Filsafat Bagi Manusia
oleh : Jons Manedi
(Mahasiswa Magister Administrasi Publik) UNP-Padang

Pendahuluan
“Kalau hidup hanya sekedar hidup, kera dihutan juga hidup. Kalau kerja hanya sekedar kerja, kerbau disawah juga bekerja”[1].
Seperti itu lah Buya Hamka menggambarkan manusia, hidup jangan hanya sekedar hidup saja, tapi hidup juga harus berfikir bagaimana cara menjalani hidup yang baik. Berfikir sering kali diartikan oleh orang kebanyakan adalah suatu cara orang berfilsafat, berfilsafat didorong oleh keinginan untuk memahamkan apa yang telah kita ketahui dan untuk mengetahui apa yang belum kita ketahui. Berfilsafat bisa juga diartikan dengan merendahkan hati bahwa tidak semuanya mampu kita ketahui dalam alam semesta ini.

Bekerja jangan asal bekerja, tapi bekerjalah dengan ilmu. Ilmu merupakan pengetahuan yang selalu kita geluti sejak kita memasuki bangku pelajaran Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi. Berfilsafat dengan ilmu bearti kita harus jujur dengan diri kita sendiri, akan apa yang kita ketahui tentang ilmu, bagaimana ilmu memberikan kita pengetahuan tentang sesuatu yang belum kita ketahui.

Berfilsafat secara dasariah adalah salah satu cara untuk mengetahui siapa kita, potensi apa yang kita miliki, dan apa orientasi kita terhadap suatu bidang ilmu yang harus kita kuasai dengan cara memunculkan pertanyaan untuk diri kita. Siapa aku? Ingin kemana aku? Apa tujuan hidup aku?. Pertanyaan-pertanyaan seperti ini sering, dan pasti akan selalu muncul oleh para filosof sebelum memahami apa hakekat yang sebenarnya dari filsafat, mencari dan terus mencari sebuah kebenaran dari suatu cabang ilmu merupakan proses dari berfilsafat.

A. Pengertian Filsafat

Berbicara soal filsafat ingatan kita cendrung akan teringat kepada sebuah negara yaitu Yunani Kuno, ya dari negara inilah kata filsafat berasal yang berasal dari dua suku kata “philos” dan “shofia”. Philos bearti cinta yang sangat mendalam dan shopia adalah kearifan atau kebijaksanaan. Secara harfiah dapat disimpulkan bahwa filsafat adalah kecintaan yang sangat mendalam akan kearifan dan kebijaksanaan.

Seseorang yang sedang berfilsafat diumpamakan laksana orang yang sedang menginjakkan kakinya dibumi, sedangkan dia menengadah jauh kelangit melihat bintang-bintang dimalam hari, seakan dirinya ingin menembus gelapnya malam untuk mengetahui sebuah kebenaran dibalik cahaya bintang dan kegelapan yang menyelimuti malam. Atau bagaikan seorang yang berdiri di atas bukit yang tinggi yang kemudian melihat kelembah dan ngarai, dia ingin menyibak sebuah kebenaran dibawah lembah yang dalam dan kelam, dia ingin menghadirkan dirinya dalam sebuah kenyataan alam semesta yang ditatapnya.

Sebelum membahas tentang pengertian filsafat ada baiknya kita singgung sedikit terkait karakteristik filsafat, dalam sebuah buku Filsafat Imu Sebuah Pengantar Popular menuliskan karakteristik filsafat[2] itu adalah pertama menyeluruh, seorang ilmuwan atau filosof tidak akan pernah puas dengan memahami sebuah ilmu dari sudut pandang ilmu itu sendiri, kadang mereka berusaha menemukan sebuah konstelasi hakekat sebuah ilmu dari sudut pandang ilmu yang lain. Apakah itu dilihat dari sudut pandang moral, agama, sosial, politik, lingkungan dan berbagai aspek lainnya. Dari sinilah muncul sifat filsafat itu secara menyeluruh melihat dan memahami hakekat kebenaran dari sebuah ilmu itu dari berbagai sudut pandang, kajian dan penelitian.

Karakteristik kedua filsafat adalah mendasar, orang yang berfilsafat tidak hanya menengadahkan pandangannya melihat bintang, tapi juga sering dan selalu melihat tempat dia menginjakkan kakinya, bahkan sampai jauh kedasar tempat dia berpijak. Dia tidak percaya begitu saja akan kebenaran ilmu, dia akan selalu bertanya dan bertanya hingga memunculkan siklus pertanyaan melingkar yang dimulai dari suatu titik permulaan pertanyaan, Mengapa ilmu dapat disebut benar? Bagaimana proses penilaian kriteria kebenaran? Dan masih banyak lagi pertanyaan-pertanyaan hingga dia menemukan sndiri kebenaran atau bantahan dari sebuah kebenaran ilmu.

Karakteristik filsafat yang ketiga adalah spekulasi, terus terang kita tidak akan mampu memahami seluruh pengetahuan yang ada secara keseluruhan dan bahkan kita juga tidak yakin akan sebuah titik awal yang menjadi jangkar pemikiran secara mendasar. Dalam hal ini kita hanya butuh berspekulasi terhadap sebuah penggalian dan pencarian kebenaran akan ilmu. Menyusur sebuah lingkaran pertanyaan kita harus mulai dari suatu titik spekulatifnya, yang penting dalam proses, analisis dan pembuktian kebenaran ilmu, kita mampu memisahkan spekulasi mana yang bisa diandalkan dan mana yang tidak bisa diandalkan.

Setelah membahas karakteristik filsafat, selanjutnya kita coba secara singkat pengertian filsafat. Kajian secara teori, banyak pakar ahli filsafat mendefenisikan tentang filsafat, diantaranya :

Conny Semiawan, at al (1998 : 45)[3] menyatakan bahwa filsafat ilmu pada dasarnya adalah ilmu yang berbicara tentang ilmu pengetahuan (science of sciences) yang kedudukannya di atas ilmu lainnya.

Suriasumantri (2005) menyatakan bahwa filsafat sebagai bagian dari sebuah epistemologi (filsafat pengetahuan) yang memunculkan lingkaran pertanyaan untuk mencari proses pembenaran, yang dimulai dari sebuah titik awal pertanyaan yang sangat mendasar tentang apa yang ditelah oleh ilmu?.

John Brubcher, Mengemukakan filsafat berasal dari bahasa Yunani Philosophia, terdiri atas kata philein yang berarti cinta (love) dan sophia yang berarti kebijaksanaan (wisdom), sehingga istilah filsafat berarti cinta kebijaksanaan (love of wisdom) dalam arti yang sedalam-dalamnya.

Harun Nasution, filsafat ialah berpikir menurut tata tertib (logika) dengan bebas (tidak terikat pada tradisi, dan agama) dan dengan sedalam-dalamnya, sehingga ke dasar-dasar persoalan.

Imam Barnadib, Menyebut filsafat sebagai pandangan yang menyeluruh dan sistematis. Disebut menyeluruh, karena filsafat bukan hanya sekedar pengetahuan, malinkan suatu pandangan yang dapat menembus di balik pengetahuan itu sendiri.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan, terkait apa itu filsafat? Filsafat adalah induk dari semua ilmu dan awal dari langkah mencari dan pembuktian akan kebenaran sebuah ilmu yang sudah ada sebelumnya dan melahirkan akan kebenaran ilmu pengetahuan dengan cara penelitian yang menggunakan akal budi mengenai hakekat segala yang ada, sebab, asal usul dan hukumnya.

B. Hubungan Manusia dan Filsafat

Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang telah mencapai derajat sempurna dibandingkan dengan makhluk ciptaan Allah lainnya, termasuk diantaranya malaikat, jin, binatang dan lain-lain. Diantara kesempurnaan itu terlihat dari ciri-ciri manusia yang memiliki jasmani (fisik) yang terdiri dari kapur, air dan tanah yang bagus, ruh yang berfungsi untuk menggerakkan jasmani dan jiwa yang didalamnya ada rasa dan perasaan, yang terdiri dari 3 unsur :

· Syahwat (Lawwamah) darah hitam, yang dipengaruhi oleh sifat Jin, seperti rakus, pemalas, dan serakah.
· Ghodob (Ammarah) darah merah, yang dipengaruhi oleh sifat setan, seperti sombong dan merusak.
· Natiqoh (Muthmainah) darah putih, yang dipengaruhi oleh sifat malaikat, seperti bijaksana, tenang, berbudi luhur.

Otak merupakan alat dalam menjalankan dan mengendalikan jiwa yang didalamnya terdapat tiga bagian, yaitu : Akal (timbangan) antara hak dan yang bathil, Pikir (hitungan) tentang untung dan rugi, Zikir (ingatan) tentang menghambbakan diri kepada sang pencipta.

Filsafat adalah induk semua ilmu yang ada dalam semesta ini, manusia berfilsafat guna mencari kebenaran dari sebuah ilmu, manusia berfilsafat untuk melatih otak yang diberikan oleh Allah untuk berfikir, berfikir apabila memakai sifat Natiqoh maka akan tercipta sebuah penemuan yang bermanfaat dari cabang filsafat ilmu, jika otak dipakai dengan menggunakan Syahwat dan Ghodob maka akan menghasilkan filsafat ilmu yang lebih banyak mudharat dari manfaatnya, seperti contoh, ditemukannya semacam virus H2C dalam ilmu kesehatan, yang kemudian disebar keseluruh dunia dan dikenal dengan nama penyakit HIV.

Begitulah hubungan antara manusia dan filsafat yang saling mengisi, manusia mempelajari ilmu yang kemudian disebut berfilsafat, filsafat memberikan titik temu antara kebutuhan manusia dengan perkembangan ilmu pengetahuan dalam menguak sebuah kebenaran dari cabang ilmu. Selagi manusia masih berfikir positif maka akan terus tercipta pembaharuan-pembaharuan dari ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi manusia berikutnya dan akan lahir peradaban-peradaban baru dalam dunia ini. Namun apabila manusia sudah berhenti berfikir atau berfikir negatif maka peradaban yang sudah ada akan hancur dan terciptalah penemuan-penemuan yang menyesatkan dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan yang digeluti oleh filsuf.

C. Pentingnya Filsafat

Ilmu merupakan salah satu cabang pengetahuan yang berkembang dengan pesatnya, perkembangan ilmu pengetahuan tak akan pernah lepas dari kajian dan studi ilmiah. Filsafat merupakan induk semua ilmu dalam rangka mencari pembenaran dalam sebuah ilmu pengetahuan.

Filsafat merupakan perbincangan untuk mencari hakekat dari gejala yang ada atau mencari sesuatu dari segala yang ada. Dalam artian filsafat adalah landasan utama dari segala hal, tumpuan dari segala hal, maka jika salah dalam mengaplikasikan filsafat dalam kehidupan tentu akan sangat berbahaya bagi kelangsungan kehidupan umat manusia.

Untuk itu perlu kita ketahui apa pentingnya filsafat bagi manusia, secara teori pentingnya bisa dimaknai dengan apa manfaatnya filsafat bagi manusia. Sebelum memahami arti penting filsafat tentu perlu juga kita ketahui apa tujuan filsafat. Menurut Barber (1988)[4] tujuan filsafat sering dicirikan dengan pencarian kepastian dan kebenaran, bukan hanya mengejar kemurnian metodologis atau pemahaman yang kritis pada diri sendiri. Kepastian merujuk pada kebebasan dari kontingensi dan aspirasi untuk mencapai pengetahuan yang tak tergoyahkan.

Belajar filsafat mencari jawaban dari setiap pertanyaan yang muncul dalam otak manusia, merenungi setiap detik hembusan nafas yang keluar dari dalam rongga hidung, memahami setiap detak nadi yang terletak dipergelangan tangan kita.

Beberapa manfaat atau pentingnya filsafat bagi manusia, pertama bisa dikelompokkan pentingnya filsafat bagi diri sendiri, kedua, pentingnya filsafat bagi umat (manusia), ketiga, pentingnya filsafat bagi ilmu pengetahuan.

Pentingnya filsafat untuk diri sendiri :

Ø Filsafat memberikan ketentraman dalam hal pemikiran, dan segala sesuatu itu tidak nampak seperti apa adanya.

Ø Filsafat mengantarkan manusia pada derajat yang dijanjikan Allah, derajat kemulian.

Ø Filsafat mampu menjawab pertanyaan siapa kita, mau kemana kita

Ø Berfilsafat mampu memberikan kepuasan diri dalam hal pencarian kebenaran yang sebenarnya.

Ø Berfilsafat mampu membuat kita untuk berfikir kritis dan mengembangkan kemampuan kita dalam hal menyampaikan pendapat yang benar, menalar dengan jelas, membedakan argument yang baik dan buruk.

Pentingnya filsafat bagi umat :

Ø Filsafat akan membimbing manusia menemukan jawaban dari semua pertanyaan yang ada dalam pemikiran manusia.

Ø Filsafat akan memberikan manusia pandangan hidup, cara dan untuk bertahan hidup.

Ø Menjadi sumber inspirasi dan pedoman dalam berbagai aspek kehidupan, seperti ekonomi, politik, sosial, dan agama.

Ø Filsafat mengajarkan manusia untuk berfikir secara bijaksana dalam menyelesaikan masalah-masalah yang ada dalam kehidupannya dengan cara berfikir secara logika.

Pentingnya filsafat bagi ilmu pengetahuan :

Dalam penelitian ilmu pengetahuan selalu berhubungan dengan apa yang dilhat, atau yang sering disebut dengan menggejala atau mewujud. Jika kehidupan pengetahuan itu diibarat dengan pohon, maka filsafat adalah akarnya, sedangkan batang, daun, ranting, dahan, bunga dan buah menjadi cabang ilmu pengetahuan yang ada didalamnya.

Sebagai induk (akar) dari semua ilmu pengetahuan, filsafat akan terus berkembang untuk melahirkan penemuan-penemuan baru dibidang ilmu pengetahuan, sebagai contoh, pada tahun 90-an di Indonesia untuk berkomunikasi dengan sahabat, sanak saudara yang ada diperantauan kita harus terlebih dahulu pergi kewartel, atau mengirimkan surat, dengan berkembangnya ilmu pengetahuan sekarang manusia sudah bisa mengasih kabar berita kepada kawan melalui Short Message Service (SMS) melalui handphone yang dimiliki.

Dalam filsafat akan selalu orang mempersoalkan akar masalah, manusia tidak mau menerima begitu saja, seperti dulu orang mengganggap bahwa bumi ini datar dan pasti ada ujungnya, namun berkembangnya ilmu maka ditemukanlah bahwa bumi ini bulat. Filsafat menguak keterbatasan manusia untuk mengetahui semua ilmu pengetahuan, dengan berfilsafat yang tersembunyi dibalik lampisan bumi yang terdalam.

Berfilsafat dalam ilmu pengetahuan akan memunculkan hakekat kebenaran dari sebuah ilmu yang selama ini diyakini oleh manusia. Berfilsafat akan melahirkan ilmu-ilmu baru yang akan bermanfaat bagi manusia.

Dari penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan pentingnya filsafat bagi manusia, untuk menjaga stabilitas keilmuan yang sudah ada dengan terus dimodifikasi dengan penelitian ilmiah, mencari hakekat kebenaran dari ilmu, dan menciptakan ilmu pengetahuan yang berguna bagi generasi selanjutnya guna meneruskan peradaban dunia.

D. Kesimpulan dan Rekomendasi

Cogito ergo sum (Karena berfikir maka saya ada) Rene Descrates pada abad 17 seorang filosof termasur dan terkenal dengan pelopor filsafat modern dan pelopor pembaharuan . Berfilsafat adalah proses berfikir bagi manusia untuk terus menunjukkan keberadaannya.

Filsafat adalah proses mencari hakekat kebenaran dari ilmu, tanpa memandang batas pemikiran dengan menggunakan akal dan logika. Manusia yang berfilsafat akan hidup selamanya, dalam artian penemuan-penemuannya dalam bidang ilmu pengetahuan akan selalu terpakai dalam setiap ruang kehidupan manusia.

Pentingnya filsafat bagi manusia untuk menjaga peradaban kehidupan, apabila manusia berhenti berfilsafat itu artinya manusia berhenti berfikir, ketika manusia sudah berhenti berfikir, maka sudah hancur seluruh peradaban di bumi ini. Setiap perkembangan ilmu pengetahuan yang dihasilkan dari filsafat akan memunculkan peradaban baru. Berfikirlah sebelum peradaban ini hancur.

“Ketidaktahuan adalah kutukan dari Tuhan, pengetahuan adalah sayap yang akan membawa kita terbang ke surga” (Williams Shakespeare)





Daftar Pustaka



Gaus F. Gerald, Kukathus Chandran. 2013. Handbook Teori Politik. Nusa Media, Ujung Berung, Bandung

Kuntjojo, 2009. Drs. Filsafat Ilmu: https://ebekunt.files.wordpress.com/2009/11/ filsafat-ilmu.pdf

Saebani, Beni Ahmad. 2009. Filsafat Ilmu-Kontemplasi Filosofis Tentang Seluk Beluk Sumber dan Tujuan Ilmu Pengetahuan. CV. Pustaka Setia, Bandung.

Surajiyo, 2005. Ilmu Filsafat Suatu Pengantar. PT. Bumi Aksara, Jakarta.

Suriasumantri. S. Jujun, 2003. Cetakan ketujuh. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.

Snijders Adelbert, 2006. Manusia dan Kebenaran. Penerbit Kanisius, Yogyakarta

Pandia Wisma, Modul Kuliah. Filsafat Ilmu. Sekolah Tinggi Theologi Injili Philadelphia. Amerika.

Liza, 2006. Makalah. Pengantar Filsafat dan Ilmu. Sekolah Tinggi Ilmu Agama Islam. Cirebon.



Footnote :

[1] Pituah dari Buya Hamka yang bernama lengkap H. Abdul Malik Karim Abdullah adalah seorang ulama dan sastrawan, yang menghabiskan waktunya sebagai wartawan, menulis, dan mengajar. Buya Hamka lahir Sungai Batang Tanjung Raya Agam, 17 Februari 1908, dan meninggal di Jakarta, 24 Juli 1981.


[2] Suriasumantri, 2003. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Pustaka Sinar Harapan. Halaman 20-22.

[3] Yuli Purwati, 2011. Makalah. Pentingnya Belajar Filsafat Ilmu Bagi Mahasiswa. Universitas Negeri Semarang.

[4] Gerald F. Gaus, Chandran Kukathas, 2013. Hand Book Teori Politik, Halaman 7

Selasa, 24 Maret 2015

Wawasan Kebangsaan dan Demokrasi di Indonesia

Oleh : Jons Manedi
Disampaikan dalam Latihan Dasar Kepemimpinan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 1 Gunung Talang,
pada tanggal 5 Februari 2015.

I. Pendahuluan

Jika melihat pada perkembangan politik, sosial, ekonomi dan budaya di Indonesia saat ini sungguh sangat memprihatinkan dan sangat memprihatinkan. Bahkan kekuatiran itu menjadi semakin nyata ketika menjelajah dan melihat pada apa yang dialami oleh setiap warga negara yakni semakin merosot dan memudarnya wawasan kebangsaan. Yang sangat menyedihkan lagi adalah kita sebagai masyarakat sudah kehilangan makna dan hakekat dari wawasan kebangsaan tersebut, yang akhirnya mendorong kepada dis-orientasi dan perpecahan.

Jika melihat atas kejadian dan pandangan tersebut diatas rasanya sungguh wajar dan tidak mengada-ada. Krisis yang dialami Indonesia saat ini saling berkaitan, krisis ekonomi yang bisa dikatakan belum bahkan tidak stabil berdampak kepada krisis politik, sosial dan budaya yang pada perbaikannya malahberdampak secara langsung kepada makin parahnya system ekonomi. Bisa kita lihat krisis politik akhir-akhir ini yang akhirnya berakibat kepada tidak stabilnya harga pasar, dan itu sangat berpengaruh kepada kebiasaan sosial masyarakat. Apalagi jika melihat bahwa bangsa Indonesia merupakan bangsa yang plural seperti beragamnya suku, agama, budaya daerah, dan berbagai aspek politik lainnya, serta kondisi geografis negara kepulauan yang tersebar. Semua ini mengandung potensi konflik (latent social conflict) yang dapat merugikan dan mengganggu persatuan dan kesatuan bangsa.

Semua fenomena yang terjadi, terutama krisis ekonomi, politik dan sosial telah memperlihatkan tandan-tanda awal munculnya krisis kepercayaan diri (self-confident) dan rasa hormat diri (self-esteem) sebagai bangsa. Krisis kepercayaan sebagai bangsa dapat berupa keraguan terhadap kemampuan diri sebagai bangsa untuk mengatasi persoalan-persoalan mendasar yang terus-menerus datang, seolah-olah tidak ada habis-habisnya mendera Indonesia. Aspirasi politik untuk merdeka di berbagai daerah, misalnya, adalah salah satu manifestasi wujud krisis kepercayaan diri sebagai satu bangsa, satu “nation”.

Apabila krisis politik dan krisis ekonomi sudah sampai pada krisis kepercayaan diri, maka eksistensi Indonesia sebagai bangsa (nation) sedang dipertaruhkan. Maka, sekarang ini adalah saat yang tepat untuk melakukan re-evaluasi terhadap proses terbentuknya “nation and character building” kita selama ini, karena boleh jadi persoalan-persoalan yang kita hadapi saat ini berawal dari kesalahan dalam menghayati dan menerapkan konsep awal “kebangsaan” yang menjadi fondasi ke-Indonesia-an. Kesalahan inilah yang dapat menjerumuskan Indonesia, seperti yang ditakutkan Sukarno, “menjadi bangsa kuli dan kuli di antara bangsa-bangsa.” Bahkan, mungkin yang lebih buruk lagi dari kekuatiran Sukarno, “menjadi bangsa pengemis dan pengemis di antara bangsa-bangsa”. Seperti hubungan Indonesia dengan organisasi pendonor dunia (IMF, CGI, World Bank, ADB) dan negara-negara pemberi pinjaman (Jepang, AS,Eropa) sudah mendekati hubungan antara “pengemis-pemberi sedekah”. Sikap dan prilaku demikian sangat bertentangan dengan gagasan dasar berdirinya Indonesia yang merdeka dan berdaulat.

Kemerdekaan menurut Sukarno adalah “jembatan emas” menuju cita-cita demokrasi, sedangkan pembentukan “nation and character building” dilakukan di dalam prosesnya. Kalau pada suatu saat Sukarno menyatakan bahwa, “revolusi belum selesai,” maka dalam konteks “nation and character building,” pernyataan demikian dapat dimengerti. Artinya, baik “nation” maupun “character” yang dikehendaki sebagai bangsa merdeka belum mencapai standar yang dibutuhkan. Maka dalam hubungan “nation and character building” seperti yang diuraikan di atas, beberapa hal berikut terkandung di dalam gagasan awalnya:
Pertama, Kemandirian (self-reliance), atau menurut istilah Presiden Soekarno adalah “Berdikari” (berdiri di atas kaki sendiri).
 Kedua, Demokrasi (democracy), atau kedaulatan rakyat sebagai ganti sistem kolonialis.
 Ketiga, Persatuan Nasional (national unity). Dalam konteks aktual dewasa ini diwujudkan dengan kebutuhan untuk melakukan rekonsiliasi nasional antar berbagai kelompok yang pernah bertikai ataupun terhadap kelompok yang telah mengalami diskriminasi selama ini.
 Keempat, Martabat Internasional (bargaining positions). Indonesia tidak perlu mengorbankan martabat dan kedaulatannya sebagai bangsa yang merdeka untuk mendapatkan prestise, pengakuan dan wibawa di dunia internasional. Sikap menentang hegemoni suatu bangsa atas bangsa lainnya adalah sikap yang mendasari

Di samping itu, timbul pertanyaan mengapa akhir-akhir ini wawasan kebangsaan menjadi banyak dipersoalkan. Apabila kita coba mendalaminya, menangkap berbagai ungkapan masyarakat, terutama dari kalangan cendekiawan dan pemuka masyarakat, memang mungkin ada hal yang menjadi keprihatinan. Pertama, ada kesan seakan-akan semangat kebangsaan telah menjadi dangkal atau tererosi terutama di kalangan generasi muda–seringkali disebut bahwa sifat materialistik mengubah idealisme yang merupakan jiwa kebangsaan. Kedua, ada kekuatiran ancaman disintegrasi kebangsaan, dengan melihat gejala yang terjadi di berbagai negara, terutama yang amat mencekam adalah perpecahan di Yugoslavia, di bekas Uni Soviet, dan juga di negara-negara lainnya seperti di Afrika, dimana paham kebangsaan merosot menjadi paham kesukuan atau keagamaan. Ketiga, ada keprihatinan tentang adanya upaya untuk melarutkan pandangan hidup bangsa ke dalam pola pikir yang asing untuk bangsa ini.

II. Wawasan Kebangsaan

Setiap orang tentu memiliki rasa kebangsaan dan memiliki wawasan kebangsaan dalam perasaan atau pikiran, paling tidak di dalam hati nuraninya. Dalam realitas, rasa kebangsaan itu seperti sesuatu yang dapat dirasakan tetapi sulit dipahami. Namun ada getaran atau resonansi dan pikiran ketika rasa kebangsaan tersentuh. Rasa kebangsaan bisa timbul dan terpendam secara berbeda dari orang per orang dengan naluri kejuangannya masing-masing, tetapi bisa juga timbul dalam kelompok yang berpotensi dasyat luar biasa kekuatannya.

Rasa kebangsaan adalah kesadaran berbangsa, yakni rasa yang lahir secara alamiah karena adanya kebersamaan sosial yang tumbuh dari kebudayaan, sejarah, dan aspirasi perjuangan masa lampau, serta kebersamaan dalam menghadapi tantangan sejarah masa kini. Dinamisasi rasa kebangsaan ini dalam mencapai cita-cita bangsa berkembang menjadi wawasan kebangsaan, yakni pikiran-pikiran yang bersifat nasional dimana suatu bangsa memiliki cita-cita kehidupan dan tujuan nasional yang jelas. Berdasarkan rasa dan paham kebangsaan itu, timbul semangat kebangsaan atau semangat patriotisme.

Wawasan kebangsaan mengandung pula tuntutan suatu bangsa untuk mewujudkan jati diri, serta mengembangkan perilaku sebagai bangsa yang meyakini nilai-nilai budayanya, yang lahir dan tumbuh sebagai penjelmaan kepribadiannya.

Rasa kebangsaan bukan monopoli suatu bangsa, tetapi ia merupakan perekat yang mempersatukan dan memberi dasar keberadaan (raison d’entre) bangsa-bangsa di dunia. Dengan demikian rasa kebangsaan bukanlah sesuatu yang unik yang hanya ada dalam diri bangsa kita karena hal yang sama juga dialami bangsa-bangsa lain.

Bagaimana pun konsep kebangsaan itu dinamis adanya. Dalam kedinamisannya, antar-pandangan kebangsaan dari suatu bangsa dengan bangsa lainnya saling berinteraksi dan saling mempengaruhi. Dengan benturan budaya dan kemudian bermetamorfosa dalam campuran budaya dan sintesanya, maka derajat kebangsaan suatu bangsa menjadi dinamis dan tumbuh kuat dan kemudian terkristalisasi dalam paham kebangsaan.

Paham kebangsaan berkembang dari waktu ke waktu, dan berbeda dalam satu lingkungan masyarakat dengan lingkungan lainnya. Dalam sejarah bangsa-bangsa terlihat betapa banyak paham yang melandaskan diri pada kebangsaan. Ada pendekatan ras atau etnik seperti Nasional-sosialisme (Nazisme) di Jerman, atas dasar agama seperti dipecahnya India dengan Pakistan, atas dasar ras dan agama seperti Israel-Yahudi, dan konsep Melayu-Islam di Malaysia, atas dasar ideologi atau atas dasar geografi atau paham geopolitik, seperti yang dikemukakan Bung Karno pada pidato 1 Juni 1945.
“Seorang anak kecil pun, jikalau ia melihat peta dunia, ia dapat menunjukkan bahwa kepulauan Indonesia merupakan satu kesatuan. Pada peta itu dapat ditunjukkan satu kesatuan gerombolan pulau-pulau diantara 2 lautan yang besar; Lautan Pasifik dan Lautan Hindia, dan di antara 2 benua, yaitu Benua Asia dan benua Autralia. Seorang anak kecil dapat mengatakan, bahwa pulau-pulau Jawa, Sumatera, Borneo, Selebes, Halmahera, kepulaua Sunda Kecil, Maluku, dan lain-lain pulau kecil di antaranya, adalah satu kesatuan.”

Terhadap pernyataan itu, Bung Hatta tidak sepenuhnya sependapat, terutama mengenai pendekatan geopolitik itu :
“Teori geopolitik sangat menarik, tetapi kebenarannya sangat terbatas. Kalau diterapkan kepada Indonesia, maka Filipina harus dimasukkan ke daerah Indonesia dan Irian Barat dilepaskan; demikian juga seluruh Kalimantan harus masuk Indonesia. Filipina tidak saja serangkai dengan kepulauan kita.”

Menurut Hatta memang sulit memperoleh kriteria yang tepat apa yang menentukan bangsa. Bangsa bukanlah didasarkan pada kesamaan asal, persamaan bahasa, dan persamaan agama. Menurut Hatta “bangsa ditentukan oleh sebuah keinsyafan sebagai suatu persekutuan yang tersusun jadi satu, yaitu keinsyafan yang terbit karena percaya atas persamaan nasib dan tujuan. Keinsyafan yang bertambah besar oleh karena sama seperuntungan, malang yang sama diderita, mujur yang sama didapat, oleh karena jasa bersama, kesengsaraan bersama, pendeknya oleh karena peringatan kepada riwayat bersama yang tertanam dalam hati dan otak.”

Pengertian tentang rasa dan wawasan kebangsaan tersebut di atas sebenarnya merupakan pandangan generik yang menjelaskan bahwa rasa dan wawasan lahir dengan sendirinya di tengah ruang dan waktu seseorang dilahirkan. Tidak salah bila pandangan generik itu mengemukakan pentingnya menumbuhkan semangat kejuangan, rasa kebanggaan atas bumi dan tanah air dimana seseorang dilahirkan dan sebagainya.

Wawasan kebangsaan merupakan jiwa, cita-cita, atau falsafah hidup yang tidak lahir dengan sendirinya. Ia sesungguhnya merupakan hasil konstruksi dari realitas sosial dan politik (sociallyand politicallyconstructed). Pidato Bung Karno atau perhatian Hatta mengenai wawasan kebangsaan adalah bagian penting dari konstruksi elit politik terhadap bangunan citra (image) bangsa Indonesia. Apa pun perbedaan pandangan elit tersebut, persepsi itu telah membentuk kerangka berpikir masyarakat tentang wawasan kebangsaan.

III. Empat Pilar Berbangsa dan Bernegara

Setiap negara pasti mempunyai pondasi/pilar/dasar-dasar negara, begitu halnya juga dengan negara Indonesia, negara Indonesia mempunyai pilar-pilar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, tidak hanya satu tetapi 4 pilar. Konsep ini digagas oleh alm Taufik Kiemas, beliau menggagas konsep ini mengingat empat pilar ini adalah mutlak dan tidak bisa dipisahkan dalam menjaga dan membangun keutuhan bangsa. Seperti halnya sebuah bangunan dimana untuk membuat bangunan tersebut menjadi kokoh dan kuat, dibutuhkan pilar-pilar atau penyangga agar bangunan tersebut dapat berdiri dengan kokoh dan kuat, begitu halnya juga dalam kehidupan berbangsa dan bernegara ini.

Lalu apa saja macam-macam 4 pilar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara:

a. Pancasila Pancasila adalah ideologi dasar bagi negara Indonesia.
Nama ini terdiri dari dua kata dari Sanskerta: pañca berarti lima dan śīla berarti prinsip atau asas. Pancasila merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia. Lima sendi utama penyusun Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

b. UUD Dasar 1945
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, atau disingkat UUD 1945 atau UUD ‘45, adalah hukum dasar tertulis (basic law), konstitusi pemerintahan negara Republik Indonesia saat ini. 

UUD 1945 disahkan sebagai undang-undang dasar negara oleh PPKI pada tanggal18 Agustus 1945. Sejak tanggal 27 Desember 1949, di Indonesia berlaku Konstitusi RIS, dan sejak tanggal 17 Agustus 1950 di Indonesia berlaku UUDS 1950. Dekrit Presiden 5 Juli 1959 kembali memberlakukan UUD 1945, dengan dikukuhkan secara aklamasi oleh DPR pada tanggal 22 Juli 1959.

Pada kurun waktu tahun 1999-2002, UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan (amandemen), yang mengubah susunan lembaga-lembaga dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia.

Tujuan, Pokok, Fungsi UUD1945
 Landasan Konstitusional atas landasan ideal yaitu Pancasila
 Alat pengendalian sosial (a tool of social control)
 Alat untuk mengubah masyarakat ( a tool of social engineering)
 Alat ketertiban dan pengaturan masyarakat.
 Sarana mewujudkan keadilan sosial lahir dan batin.
 Sarana penggerak pembangunan.
 Fungsi kritis dalam hukum.
 Fungsi pengayoman
 Alat politik.

c. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
Negara Kesatuan Republik Indonesia, adalah bentuk dari negara Indonesia, dimana negara Indonesia yang merupakan negara kepulauan, selain itu juga bentuk negaranya adalah republik, kenapa NKRI, karena walaupun negara Indonesia terdiri dari banyak pulau, tetapi tetap merupakan suatu kesatuan dalam sebuah negara dan bangsa yang bernama Indonesia.

Keberadaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidak dapat dipisahkan dari peristiwa Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, karena melalui peristiwa proklamasi tersebut bangsa Indonesia berhasil mendirikan negara sekaligus menyatakan kepada dunia luar (bangsa lain) bahwa sejak saat itu telah ada negara baru yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia.

d. Bhineka Tunggal Ika
Bhinneka Tunggal Ika adalah moto atau semboyanIndonesia. Frasa ini berasal dari bahasa Jawa Kuno dan seringkali diterjemahkan dengan kalimat “Berbeda-beda tetapi tetap satu”. Diterjemahkan per patah kata, kata bhinneka berarti “beraneka ragam” atau berbeda-beda. Kata neka dalam bahasa Sanskerta berarti “macam” dan menjadi pembentuk kata “aneka” dalam Bahasa Indonesia. Kata tunggal berarti “satu”. Kataika berarti “itu”.

Secara harfiah Bhinneka Tunggal Ika diterjemahkan “Beraneka Satu Itu”, yang bermakna meskipun berbeda-beda tetapi pada hakikatnya bangsa Indonesia tetap adalah satu kesatuan. Semboyan ini digunakan untuk menggambarkan persatuan dan kesatuan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas beraneka ragam budaya, bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan.

IV. Sistem Demokrasi dan Pemilu di Indonesia

a. Demokrasi

Dintinjau dari asal kata, demokrasi berasal dari bahasa Yunani yaitu Demos yang artinya rakyat dan Kratos artinya pemerintah atau pemerintahaan. Jadi secara sederhana demokrasi diartikan sebagai pemerintahan rakyat. Namun, jika diperluas, maka demokrasi bisa diartikan dan dimakanai sebagai bentuk pemerintahan yang kekuasaan tertingginya ada ditangan rakyat. Karena dalam konsep demokrasi, masyarakatlah yang berdaulat dan sebagai pemilik kekuasaan yang diselenggarakan oleh pemerintahaan yang dipilih secara demokratis.

Kata demokrasi muncul dari sejarah Yunani kuno yang bermula pada abad ke-6 Sebelum Masehi. Pada masa itu demokrasi diselenggarakan sebagai sebuah system politik yang melibatkan individu-individu warga negara dalam mengambil sebuah keputusan, walau demikian, tidak semua warga yang terlibat dalam mengambil keputusan. Ada golongan dalam masyarakat Yunani Kuno yang tidak memiliki hak dalam mengambil keputusan dewan (eclesia), yaitu kaum budak, orang asing, kaum perempuan dan anak-anak.

Pada dasarnya pemerintahan negara Indonesia itu terdiri dari tiga badan, yaitu eksekutif, legislatif dan yudikatif. Ketiga lembaga ini melaksanakan fungsi masing-masing dalam menyelenggarakan negara. Dalam negara yang demokrasi, kekuasaan negara tidak ditumpuk pada satu badan saja. Dengan dibaginya kekuasaan negara kedalam badan-badan negara ini, maka Indonesia menjadi negara demokrasi. Sesuai dengan perkembangan suatu negara, maka keterlibatan masyarakat dama membuat keputusan dalam pemerintahan tidak dapat lagi dilakukan secara langsung.

Ini adalah akibat dari luasnya negara, semakin bertambahnya penduduk dan beragamnya kepentingan masyarakat. Karenanya, untuk melibatkan masyarakat dalam mengambil keputusan dalam pemerintahan, maka dilakukan pemilihan umum untuk memilih wakil rakyat yang akan memperjuangkan kepentingan mereka. Jadi dalam era modern sekarang, demokrasi yang dilaksanakan adalam demokrasi tidak langsung.

b. Pemilu dan Sejarah

Pemilu Pemilihan Umum adalah proses dimana rakyat dalam sebuah negara melakukan pemilihan tetap terhadap wakil-wakilnya yang akan duduk dilembaga perwakilan atau memilih pimpinan pemerintahannya (Presiden, Gubernur, Bupati/Walikota). Dalam undang-undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan DPR, DPD, dan DPRD, dan pemilihan umum (Pemilu) didefenisikan sebagai sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Dalam Undang-undang Dasar 1945 hanya dinyatakan bahwa pemilihan umum dilaksanakan setiap 5 (lima) tahun sekali. Dalam praktiknya sejak pemilu 2004, pemilihan umum untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD Propinsi dan DPRD Kab/Kota dilakukan pada bulan April setiap 5 (lima) tahun sekali.

c. Mengapa Pemilu Penting?

Pemilihan umum yang sudah menjadi agenda rutin setiap 5 (lima) tahun sekali memiliki peranan yang sangat penting dalam mengontrol stabilitas, bentuk dan tatanan politik negara, pemilihan umum merupakan suatu keharusan dalam negara yang menganut system demokrasi.

Berikut alasan mengapa pemilu itu sangat penting :
 kedaulatan ada ditangan rakyat, dimana rakyat yang berdaulat memilih wakil-wakilnya yang diharapkan akan memperjuangkan aspirasi dan kepentingannya
 sarana mengekspresikan hak dasar rakyat, termasuk berpendapat dan berkumpul secara bebas
 membentuk pemerintahan yang memiliki legitimasi (pengakuan dari rakyat)
 sarana rekruitmen politik, dan setiap warga memiliki hak yang sama untuk berkesempatan mengisi jabatan publik dan cara pergantian kekuasaan secara teratur dan damai.
 sarana efektif untuk menyelesaikan konflik di tingkat masyarakat secara terlembaga dan tanpa kekerasan.

d. Apa syarat untuk bisa ikut pemilu

Dalam penyelenggaraan pemilihan umum setiap warga negara yang memenuhi syarat sebagai pemilih sudah berhak untuk bisa ikut dalam melakukan pemilihan, apa saja persyaratanya :
1. Warga Negara Indonesi (WNI) yang dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP)
2. Sudah berumur 17 tahun atau sudah pernah menikah
3. Bukan anggota TNI dan Polri
4. Sedang tidak dicabut hak pilihnya oleh pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap.
5. Terdaftar sebagai pemilih yang nantinya akan ditetapkan oleh penyelenggara pemilu yatu KPU.

V. Penutup

Dapat dimengerti bahwa dalam membangun sebuah wawasan pembangunan ini diperlukan suatu “platform”, yakni yang dibangun adalah rakyat, bangsa, dan negara. Dalam upaya itu, pembangunan ekonomi merupakan pendukung atau ‘derivat’ dari pembangunan yang berorientasi pada rakyat, bangsa, dan negara. Pemilu merupakan hajatan penting yang harus dilaksanakan setiap 5 tahun sekali, pemilu merupakan wadah bagi rakyat untuk ikut berpartisipasi dalam menentukan arah, dan bentuk pembangunan selanjutnya di Indonesia. Menjadi pemilih yang cerdas dalam menentukan pilihan adalah kewajiban kita semua, untuk Indonesia lebih baik.

VI. Daftar Pustaka.

1. Undang-undang nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu DPR, DPD, DPRD tahun 2014.
2. Buku Saku relawan Demokrasi KPU Provinsi Sumatera Barat. tahun 2014